Selamat Datang di Jendela Kebebasan

Anda dapat bergabung dan menuliskan apa saja yang anda pikirkan di sini.

Rabu, 24 Februari 2010

Cahaya Itu

………..tiba-tiba ia mendatangiku. Aku takut. Aku gemetar. Rasanya aku pernah lihat sosok menakjubkan ini. Kutahan emosiku. Kuatur nafasku setenang mungkin sesuai detak jam dinding yang bergambar huruf arab itu. Tapi ia malah semakin mendekatiku. Aku beringsut. Ia melompat, seakan mau menerkamku. Aku beringsut lagi. Tapi semuanya tertutup. Aku terkurung di sini.

Aku berteriak minta tolong. Sayup-sayup kudengar suara langkah kaki lain di dekatku, di sampingku. Persis. Di depan orang itu ada makhluk yang sama persis dengan yang ada di depanku. Tapi makhluk itu malah tersenyum, mengulurkan tangan hendak menyambut. Orang itu pun tersenyum dan menutup mata, seakan hendak menyerahkan segalanya pada makhluk di depannya. Kulihat makhluk itu semakin mendekatinya dan kemudian orang itu pun tak bergerak lagi. Kaku. Mulutnya tersungging senyum bahagia. Tubuhnya bercahaya walaupun sekeliling ruangan ini gelap.

Dan aku masih melihat makhluk menakutkan di depanku menyeringai. Aku berteriak lagi, sekuat tenaga. Berteriak, dan terus berteriak. Tapi…ia terus mendekatiku hingga tubuhku diraihnya. Kudengar ia mengucapkan sesuatu, tapi…ah tak jelas. Kukerahkan segenap keberanianku yang kulatih dulu di perguruan bela diri agar ia pergi. Pergi dari hadapanku. Tapi sia-sia. Aku merasa kesakitan. Tenggorokanku sakit sekali hingga aku tak bisa bernafas.

Dan akhirnya aku melihat ada cahaya. Ah…cahaya orang di sampingku tadi. Dia menatapku ramah. Dimana aku? Di mana aku? Kuraba tubuhku. Masih utuh, tak kurang suatu apa. Tunggu dulu…apa ini yang ada di tubuhku? Berwarna putih dan terang. Apakah ini…ah, tak mungkin. Tapi, kulihat jelas ia seperti cahaya. Ya benar, tubuhku bercahaya. Seperti cahaya di tubuh orang itu!! Aku tak percaya. Tapi ini benar. Cahaya di tubuhku sama persis, hanya cahayaku ada sedikit. Sedikit sekali, dibandingkan cahaya orang itu.


Kulihat banyak cahaya di dekatku. Aku masih belum sadar, di mana aku? Apa yang telah terjadi? Mana makhluk menyeramkan yang tadi meraihku? Mana makhluk yang seperti akan mencekikku tadi? Semuanya hilang. Mana jam dindingku yang bergambar huruf arab itu? Mana komputer canggihku yang selalu menjadi teman setiaku? Mana buku-bukuku yang kubeli dengan harga mahal itu? Mana penghargaan-penghargaan bergengsiku yang kuraih dengan susah payah? Semuanya lenyap. Yang ada hanyalah sekumpulan manusia yang luar biasa banyak. Lebih banyak daripada demo mahasiswa yang menurunkan Soeharto.


Kusapa orang-orang. Tak ada yang menjawab. Semua diam dan terlihat bingung. Yang di tubuhnya ada cahaya pasti ada sunggingan senyum di bibirnya. Yang di tubuhnya gelap tak ada cahaya pasti menangis dan meratap minta ampun. Ah…di mana aku? Apa yang telah terjadi dengan semua orang ini? Kemudian mataku nanar melihat sekeliling. Dan tiba-tiba mataku menangkap sebuah antrian manusia yang luar biasa panjangnya sedang menanti giliran menyeberang di sebuah jembatan kecil yang hampir tidak terlihat sambungannya. Tipis sekali. Lebih tipis dari tali yang kuanggap paling tipis di dunia. Lalu dibawahnya terasa ada hawa panas menyembur.


Sepertinya aku pernah mendengar, bahkan sering, situasi seperti ini. Banyak orang di tempat yang maha luas. Ada yang gembira, ada yang sedih. Ada jembatan yang sambungan antara kedua ujungnya sangat tipis dan di bawahnya ada hawa luar biasa panas. Pokoknya banyak sekali hal-hal yang belum pernah kulihat sebelumnya.


Jangan-jangan aku………ah, tak mungkin. Apakah ini namanya dunia lain itu? Tak mungkin…tak mungkiiiiiin. Tak mungkin aku ada di tempat ini. Aku tak mau ada di tempat ini. Aku mau ada di kamarku yang nyaman, dengan komputer canggihku, dengan jam dinding unikku, dengan piagam penghargaanku yang bergengsi. Aku mau ada di kamarku yang ada photo kekasihku.


Aku belum siap ada di tempat ini. Belum siap. Banyak yang harus aku lakukan sebelum aku ada di tempat ini. Aku masih belum puas menikmati masa mudaku. Aku masih ingin bertemu dengan orang tuaku. Aku masih ingin bertemu dengan kekasihku. Aku masih ingin bertemu dengan orang-orang yang kucintai dan mencintaiku. Mereka pasti kehilangan, menangis, meratap, dan semua kenalanku akan terus mengeluarkan air mata. Kembalikan akuuu……teriakku. Wahai siapapun, kembalikan aku…….. kumohon sekali lagi, please.


Ah, akhirnya aku bisa membuka mata. Berat sekali. Orang-orang memandangku keheranan. Salah satu temanku malah ada yang menertawaiku. Lainnya ada yang memberi aku minum. Ah segar sekali air ini membasahi tenggorokanku yang kering. Mungkin karena aku tadi banyak berteriak.

Aku bangkit. Kulihat semua benda favoritku masih ada di tempatnya; komputer, jam dinding, piagam penghargaan, photo kekasihku. Buku-buku pun masih rapi berjejer di rak. Kulirik jam dinding. Baru jam 5. Masih sore. Ah, aku ingat, rupanya aku bermimpi. Tapi mimpi tadi sepertinya nyata, jelas sekali. Setiap kejadian itu jelas masih kuingat. Makhluk mengerikan, orang di sampingku yang tubuhnya bercahaya, kumpulan orang-orang yang luar biasa banyak di tempat yang maha luas, jembatan dengan tali yang sangat tipis, dan hawa panas di bawah jembatan. Semua itu sama persis dengan apa yang dikatakan guruku dan sesuai dengan apa yang kubaca di buku. Iiiiih, mengerikan. Tapi, cahaya di tubuhku sudah tidak kelihatan lagi. Kemana perginya cahaya itu? Cahaya apa pula yang ada di tubuhku tadi?


Oh iya, hampir lupa. Aku belum sholat Ashar. Bergegas aku beranjak dari tempat tidurku ke kamar mandi untuk berwudlu. Terasa sejuk sekali. Lebih sejuk dari air yang kuminum barusan. Aku masih ngeri dengan makhluk tadi. Tapi, aku masih bisa tersenyum sedikit. Walaupun aku sempat kesakitan ketika didatangi makhluk itu, ternyata aku bisa tersenyum seperti orang-orang yang kulihat ada cahaya di tubuhnya. Sekali lagi aku tersenyum, dan kuucapkan takbir untuk-Nya.


Based on the coming truth.